Sebelum
Malam, Sebelum Senja Datang
Sebelum
Malam, Sebelum Kau Hilang
Judul Drama : Sebelum Malam
Penulis
naskah : Abdiana Ihsan
Sutradara
: Diah Rosita
Pimpro
: Ratih Kusuma
Devi
Kostum
dan Make up : Balqis Fajria Sya’bani
Penata Lampu : Aan Aprilian
Prasetyo
Penata Musik : Abdul Harits, Abdul
Wahab, Ahmad Kamal Annajihin
Aktor
: Nur Aini
Dwi
Wulandari
Nita
Anggraini
Devi Puji Lestari
Drama,
sebuah karya sastra yang menggambarkan realita kehidupan, watak, serta tingkah
laku manusia melalui peran dan dialog yang dipentaskan. Kisah dalam karya
sastra ini memuat konflik dan emosi yang secara khusus ditujukan untuk
pementasan teater. Drama merupakan salah satu karya sastra yang amat populer
hingga sekarang, bahkan di zaman ini telah terjadi perkembangan yang sangat
pesat di bidang drama.
Bangsa
kita sudah mengenal drama sejak jaman dulu. Keberadaannya ditandai dengan
adanya kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan oleh para pemuka agama dan
diikuti oleh masyarakat sekitarnya. Berdasarkan cara-cara melakukan upacara
keagamaan itu lahirlah tontonan drama, yang kemudian berkembang sesuai dengan
selera masyarakat dan perkembangan zaman. Berdasarkan kurun waktunya,
perkembangan drama di Indonesia dikelompokkan menjadi drama/teater tradisional,
drama/teater transisi dan drama/teater modern.
“Selayaknya hari, kita pasti akan bertemu
dengan waktu yang bernama sebelum malam. Sinar terbit, sebelum malam. Angin
kencang bertabur, sebelum malam. Sebelum malam, bersiaplah. Sebelum malam, berdoalah...”
Sebelum
Malam adalah sebuah maha karya yang dipentaskan oleh Teater Hampa, Universitas
Negeri Malang. Drama ini bercerita tentang kehidupan keluarga sederhana di sebuah
kampung yang terdiri atas seorang ibu dan tiga orang anak perempuannya, yang
masing-masing memiliki karakter berbeda. Para pemain, Dwi Wulandari (Ibu), Nur
Aini (Dewi), Nita Anggraini (Triska), Devi Puji Lestari (Eka) mampu berperan
apik menyajikan sebuah kisah fiktif yang menjadi nyata. Drama sederhana ini
mengajak penonton untuk masuk ke dalam cerita dan ikut berperan di dalamnya.
Dikemas
dengan menggunakan alur regresif, karya
sastra ini berkisah tentang seorang ibu yang sangat menyayangi ketiga anaknya.
Ia sering menghayal bahwa kedua anaknya Dewi (Nur Aini) dan Eka (Devi
Puji Lestari) masih hidup bersamanya.
Padahal anak sulungnya Eka telah tiada serta Dewi sudah lama pergi dari rumah
dan tidak ada kabar. Yang
tersisa hanya anak bungsunya Triska (Nita Anggraini) yang baru pulang dari tanah rantauan.
Dimulai
dari kehadiran sosok Dewi (Nur Aini) anak tengah Ibu Dwi yang selalu dengki
dengan kakak dan adiknya. Hal tersebut membuat suasana gubuk sederhana miliknya
menjadi tambah runyam. Ditambah lagi dengan banyaknya percecokan antara Dewi dengan adik sulungnya Triska.
Konflik
dimulai ketika Ibu Dwi menanyakan kepada Triska tentang cita-citanya kelak.
Seketika itu Dewi muncul dari arah dalam dan langsung menyerobot lukisan yang
dibuat oleh Triska. Ibu Dwi yang melihatnya mencoba memperingatkan Dewi, namun
tak ada lirikan sedikitpun, ia justru memaki Triska. Perdebatan pun terjadi.
Triska yang lelah dengan sikap Dewi memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Ibu
Dwi menasehati Dewi, ia bahkan telah membuatkan dua buah anyaman tikar supaya Dewi
senang dan kelak dapat digunakan ketika anak dari Eka dan Dewi lahir. Dengan
rasa amarahnya, ia menolak niatan baik Ibu Dwi.
Selang beberapa menit Eka, anak
sulung Ibu Dwi datang dari rumahnya. Namun ketika Eka memberi salam kepada
Dewi, ia tak membalasnya. Bahkan untuk sekedar melihatnya pun tidak. Saat itu
juga Triska dan Ibu Dwi datang menyambut kedatangan Eka dan kandungannya yang
hampir menginjak usia 9 bulan. Ketika Ibu Dwi dan Triska sedang
berbincang-bincang dengan Eka, Dewi menyela pembicaraan mereka dengan
melontarkan sindiran-sindiran kasar. Disitulah klimaks cerita, Eka yang merasa
tidak enak dengan Dewi kemudian mengejarnya. Naas, ketika Eka ingin meminta
maaf Dewi tiba-tiba mendorongnya hingga terbentur sangat kencang. Benturan itu
mengakibatkan pendarahan hebat dan akhirnya nyawa Eka tidak dapat tertolong
lagi. Dewi yang merasa bersalah memutuskan pergi dari rumah dan tanpa kabar.
Drama yang pentaskan oleh Teater
Hampa ini mampu membuat emosi penonton meluap. Meski memiliki cerita yang cukup serius dan melankolis,
namun cerita ini dapat dengan gampang dipahami oleh penonton dengan gaya bahasa
yang sederhana. Abdiana Ihsan, mampu dengan singkat menyajikan naskah yang
layak untuk ditampilkan dan dinikmati oleh pecinta drama.
Tapi ada hal yang menjadi sorotan penting, drama bersutradara Diah Rosita ini memiliki kekurangan-kekurangan di dalamnya. Salah satunya dari
tata
panggung yang kurang menarik untuk dilihat, penonton hanya disuguhi oleh
panggung yang sederhana dan terkesan ala kadarnya. Dari segi pencahayaan pun kurang,
lampu pementasan sangat minim sehingga tidak terlalu jelas.
Properti yang digunakan tidak
bervariasi, begitu juga dengan kostum dan make up pemain. Musik yang digunakan
dalam pementasan drama tersebut juga kurang nyaman untuk didengar, karena sering
tidak tepat dengan adegan. Namun kendati demikian, pemain dapat menjiwai peran
dengan baik meski dengan properti yang sederhana. Penonton juga masih dapat
menikmati drama singkat ini dengan antusias.
Saran untuk drama Sebelum Malam ini sebaiknya dapat
mengembangkan cerita singkatnya sehingga menjadi sebuah drama yang luar biasa.
Tak lupa properti yang mendukung jalanya cerita dan juga make up serta kostum
yang lebih bervariasi dibutuhkan untuk menambah nilai seni dalam drama. Tapi pada akhirnya tetap saja karena dibungkus dengan rapi, drama ini tetap terlihat bagus untuk ditonton. Banyak yang
dapat diambil dari kisah ini. Tentu tergantung siapa yang menontonya dan bagaimana
dia melihat drama
tersebut.
Kab. Semarang, 24 Februari 2016